“HADITS QUDSI, HADITS
SHAHIH, HADITS HASAN, DAN HADITS DHO’IF”
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah : ulum hadits
dosen pengampu : Dr. Desi Erawati, M,ag.
Disusun oleh
Irpan
1101140240
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PALANGKA RAYA JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
TAHUN 2011/2012
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang……………………………………………………….. 1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2
C.
Tujuan
perumusan……………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
B.
Pembagian hadits
berdasarkan kualitas……………….....……………. 5
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………..……….. 18
B.
Saran………………………………………………………………….. 18
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dasar Agama islam yang mulia ini adalah Al Qur’an dan Hadist
nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Artinya, segala bentuk keyakinan, amalan dan
perbuatan seorang manusia haruslah mencocoki apa yang terdapat dalam AlQur’an
dan Hadist nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Dalam
tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah
al-Quran. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang
mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri.
Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu
hadits sebagai sumber ajaran.
Sejarah pembukuan hadist tidak lepas dari usaha para ulama hadist yang
telah melakukan klasifikasi terhadap hadist baik berdasarkan kuantintas maupun
berdasarkan kualitas hadist. Dari segi kuantitas periwayatnya, hadis dibagi menjadi
dua yaitu hadist muttawatir dan hadist ahad. Sedangkan dari segi kualitas sanad dan
matannya, hadist dibagi menjadi tiga: hadist sahih, hadist hasan, dan hadist dho’if. Dari segi kehujjahannya
(diterima atau tidaknya sebagai dalil syar’i), hadis dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Hadist Maqbul : Diterima sabagai dalil syar’i, seperti: hadist
sahih & hadist hasan
2.
Hadist Mardud : Ditolak
sabagai dalil syar’i, seperti: hadist dho’if.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata,
لا يجوز أن يعتمد فى
الشريعة على الأحاديث الضعيفة التى ليست صحيحة ولا حسنة
“Syari’at ini tidak boleh bertopang pada
hadits-hadits lemah yang tidak berkategori shahih dan hasan.”[1]
Pada penulisan di dalam makalah ini akan membahas masalah hadist
qudsi, hadist sahih, hadist hasan,dan
hadist dho’if. Kemudian akan diulas juga masalah hadist Sebagai upaya menambah kembali pemahaman
kita akan hadis Rasulullah Saw.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian dari
hadist Qudsi ?
2.
Bagaimana pembagian
hadis berdasarkan kualitasnya?
3.
Apa pengertian,
ciri-ciri dan kehujjahan hadits shahih, hasan dan dho’if ?
C.
Tujuan perumusan
Untuk memperkaya wawasan dan pemahaman pembaca tentang
hadist
1.
Untuk mengetahui apa
pengertian Hadist Qudsi
2.
Untuk mengetahui
pembagian-pembagian hadist berdasarkan kualitasnya
Untung mengetahui
secara mendalam tentang hadist shahih, hasan, dan dho’if dari segi pengertian,
ciri-ciri dan kehujjahan hadist tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis
Qudsi
Hadits qudsi merupakan hadits
yang diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah
Subhaanahu wa Ta’ala).
Seperti :
Rasulullah saw bersabda tentang
hadis yang dirowayatkannya dari Tuhannya:…
Atau
Allah swt berfirman dalam hadis
yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw :…
Hadits Qudsi dinamakan juga
Hadits Rabbani dan Hadits Ilaahi. Kedudukan hadits qudsi diantara Al qur’an dan hadits nabawi,
tidaklah sama karena Al qur’an disandarkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz dan
maknanya. Sedangkan hadits nabawi disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam baik lafadz dan ma’nanya dan hadits qudsi disandarkan kepada Allah
Ta’ala secara ma’na tidak secara lafadznya dan karena itu tidak bernilai ibadah
di dalam membaca lafadznya dan tidak boleh dibaca didalam sholat, dan tidak
dinukil secara mutawattir (keseluruhannya) sebagaimana penukilan Al Qur’an.
Penamaan hadits ini
dengan nama hadits qudsi adalah sebagai penghormatan terhadap hadis-hadis yang
demikian mengingat bahwa sandarannya adalah Allah. Dengan
kata lain, hadis qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah SWT tetapi
redaksinya berasal dari nabi Muhammad saw, dengan perantaraan ilham atau
mimpian. Maka rasul menjadi rawi kalam Allah swt ini dari lafadz beliau
sendiri.
Diantara contoh
hadist qudsi adalah hadist yang diriwatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata :
Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman :
“Aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Maka
barang siapa melakukan suatu perbuatan disertai dengan mempersekutukan Aku
kepada selain Aku, maka Aku akan meninggalkannya dan sekutunya.” (HR.
Muslim dan Ibnu Majah)[1].
Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya
dari Rasulullah saw dengan disandarkan kepada Allah swt, dengan mengatakan,
”Rasulullah saw mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya”,
atau ia mengatakan, ”Rasulullah saw mengatakan Allah swt telah berfirman atau
berfirman Allah swt.”
Perbedaan hadis qudsi
dengan hadis nabawi biasanya diberi ciri-ciri dengan dibubuhi kalimat berikut :
1.
Qaala Allahu
2.
Fimaa yarwihi ‘anillahi
tabaraka wa ta’ala, dan
3.
Lafadz-lafadz lain yang semakna
dengan apa yang tersebut diatas, setelah selesai penyebutan perawi yang menjadi
sumber (pertamanya) yakni sahabat.
Adapun perbedaan hadits qudsi dengan Al
qur’an[2]
antara lain :
1.
Semua lafadz-lafadz atau
ayat-ayat Alqur’an adalah mu’jizat atau mutawatir, sedangkan hadist qudsi tidak
sedemikian halnya.
2.
Ketentuan hukum yang berlaku
bagi alqur’an tidak berlaku bagi hadis.
3.
Alquran adalah lafadz dan
maknanya dinisbatkan kepada Allah ta'ala, serta ia adalah mukjizat dariNya
kepada nabi Muhammad,diturunkan secara mutawatir melalui perantara malaikat
Jibril,dan membacanya dihitung ibadah.
4.
Sedangkan Hadits Qudsi
lafadznya dari Rasul sedangkan maknanya dari Allah ta'ala.Ia juga tidak
diturunkan secara mutawatir,tidak memakai perantara,membacanya tidak termasuk
ibadah serta mempunyai derajat shahih,hasan,dhaif bahkan maudhu'.
5.
Hadits Nabawi adalah lafadz dan
maknanya dari Rasulullah saw,tidak diturunkan mutawatir,tidak memakai
perantara,membacanya tidak termasuk ibadah,serta terdapat di dalamnya hadits
shahih,hasan,dhaif maupun maudhu'.
B. Pembagian Hadits
Berdasarkan kualitas
Berdasarkan kualitas hadits
dibagi menjadi tiga yaitu:
a.
Hadits Shahih
·
Devinisi Hadits Shahih (secara bahasa: sehat / benar) ,yaitu:
مَا رَوَاهُ عَدْلٌ تَامُ الضَّبْطِ
مُتَّصِلُ السَّنَدُ غَيْر مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍ
“Hadis yg diriwayatkan oleh periwayat yg ‘adil
(muslim yg memiliki integritas akhlaq), sempurna
kekuatan hapalannya,
bersambung sanad-nya, tidak bercacat & tidak janggal/menyimpang.”
Hadits yang paling sahih adalah
hadis mutawatir, yaitu: Hadits yang jumlah periwayatnya banyak pada setiap level sehingga menurut adat tidak mungkin mereka bersepakat untuk
berdusta.
Dari pengertian diatas bahwa kriteria hadits shahih ada lima
syarat agar dapat dikategorikan hadist shahih yaitu :
a. Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi dari
perawi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang
ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan
tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja yakni: Mencatat
semua periwayat yang diteliti, Mempelajari hidup masing-masing periwayat, Meneliti
kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat
dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani,
akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kata-kata lainnya.
b. Perawinya Bersifat Adil
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi itu
seorang Muslim, berstatus Mukallaf (baligh), bukan fasiq dan tidak pula
jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakukan dengan
:
·
keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa
seorang itu bersifat adil,
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
·
ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, seperti imam
empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
khusus mengenai perawi hadis pada
tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil.
Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat
yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya
pun ditolak.
c. Perawinya Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perawinya
sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam
kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada iyalah terpelihara
periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya
kepada orang lain. Sedang dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya
kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
d. Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar
tidak rancu, dalam arti
bertentangan atau menyalahi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak
dinyatakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadis itu hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang
tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz,
bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah
tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat yang
juga bersifat tsiqah[3].
e. Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada
cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat
menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara dhahirnya selamat dari
cacat[4].
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun
pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat
yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil
terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
·
Pembagian Hadis Shahih
a. Shahih li dzatih[5],
yaitu hadits yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadits maqbul secara
sempurna, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas.
Contohnya:
قَالَ عَنْهُ اللهُ رَضِيَ مَالِكِ بْنَ سَمِعْتُ : قَالَ اَبِيْ سَمِعْتُ:
قَالَ مُعْتَمِرُ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
قَالَ الْبُخَارِيْ اَخْرَجَهُ مَا: كَانَ
الْمَحْيَا فِتْنَةِ مِنْ بِكَ اَعُوْذُ ,وَالْهَرَمِ ,وَالْجُبْنِ ,وَالْكَسَلِ
الْعَجْزِ مِنَ بِكَ اَعُوْذُ اِنِّيْ اَللَّهُمَّ:يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ
صَلَّى النَّبِيُّ, .الْقَبْرِ عَذَابِ مِنْ بِكَ وَاَعُوْذُ وَالْمَمَاتِ
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, ia berkata memberitakan
kepada kami musaddad, memberitakan kepada kami mu’tamir ia berkata: aku
mendengar ayahku berkata: aku mendengar anas bin malik berkata: nabi saw
berdo’a: “Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada engkau dari sifat
lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon perlindungan kepada engkau dari
fitnah hidup dan mati, dan aku mohon perlindungan kepada engkau dari adzab
kubur.”
b. Shahih li ghairih,
yaitu hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari
sifat sebuah hadits maqbul.
Hadits di bawah ini merupakan hadits contoh hadits hasan lidzatihi
yang naik derajadnya menjadi hadits shahih li ghairihi:
صَلَاةٍ كُلِّ مَعَ بِالسِّوَاكِ لَأَمَرْتَهُمْ
النَّاسِ وْعَلَى اَ اُمَّتِيْ عَلَى اَشُقَّ اَنْ لَوْلَا
(رواه البخاري)
“Andaikan tidak memberatkan kepada umatku, niscaya akan
kuperintahkan bersiwak pada setiap kali hendak melaksanakan shalat”. (HR.
Bukhari)[6]
b.
Hadits Hasan
·
Devinisi Hadis Hasan (secara bahasa: Hasan
berasal dari kata al-khusnu, bermakna al-jamal, yang berarti keindahan).
Menurut istilah Hadits Hasan adalah
هو ما اتصل سنده بنقل العدل
الدي قل ضبطه وخلا من الشدود والعلة
Artinya: “Hadits yang
bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke
dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz), dan tidak ada illat.”[7]
Sementara menurut istilah, para ulama’
mendefinisikan hadits hasan sebagai berikut,
a.
Al-Khathabi,
hadits hasan adalah hadits yang diketahui tempat keluarnya kuat, para perawinya
masyhur, menjadi tempat beredarnya hadits, diterima oleh banyak ulama, dan
digunakan oleh sebagian besar fuqaha.[8]
b.
At-Tirmidzi,
hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan, yang di dalam sanadnya tidak ada
rawi yang berdusta, haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula melalui jalan
lain.
c.
Menurut
Ibnu Hajar, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
kedlobithannya lebih rendah dari hadits shahih, sanadnya bersambung, haditsnya
tidak ilal dan syadz.
Menurut Mahmud Tahhan, definisi yang
lebih tepat adalah definisi yang diungkapakan oleh Ibnu Hajar, yaitu yang
sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, namun tingkat
kedlobithannya kuarang dari hadits shahih, tidak ada syudzudz dan illat.
Dari pengertian diatas maka terdapat
beberapa kriteria hadist hasan, menurut Imam Turmuzi kriteria hadist hasan
sebagai berikut :
Artinya :
“ hadis yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yang baik menurut kami, yaitu
setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanat yang di dalamnya tidak terdapat
rawi yang di curigai berdusta, matan hadisnya tidak janggal, diriwayatkan
melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian menurut
kami adalah hadis hasan.
Dengan
demikian, kriteria hadis hasan[10]
yang merupakan faktor-faktor pembeda antar hadis hasan dengan hadis lainnya
adalah berikut ini.
a.
Pertama, pada sanadnya
tidak terdapat rawi yang di curigai berdusta.
Keriteria hadis ini
mengecualikan hadis seorang rawi yang dituduh berdusta , dan mencakup hadis
sebagian rawinya memiliki daya hapal rendah.
b.
Kedua, hadis tersebut
tidak janggal. Orang yang peka dan waspada akan mengetahui bahwa yang dimaksut
dengan syazz (janggal) menurut
alturmuzi adalah hadis tersebut berbeda dengan riwayat parawi yang tsiqah.
c.
Ketiga, hadis
tersebut diriwayatkan pula dengan jalan yang lain yang sederajat. Hadis hasan
itu harus diriwayatkan pula melalaui sanad lain satu atau lebih, dengan catatan
sederajat dengan nya atau lebih kuat dan bukan berada di bawahnya.
·
Pembagian Hadis Hasan
a.
Hadis Hasan Li Dzatih adalah
hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, karena matan dan para rawinya
memenuhi syarat hadis sahih dan dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabith, namun
kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya[11].
b.
Hasan Li Ghairih adalah hadits di
bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain
yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits dhaif yang
karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan[12].
Contoh :
Meriwayatkan
hadist kepada kami, Ali bin Hujr, ia berkata, meriwayatkan hadist kepada kami
Hafs bin Ghiyats dari Hajjaj dari ‘Athiyah dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku
shalat dua rakaat bersama Rasulullah saw. Dalam suatu perjalanan dan setelah
itu sholat dua rakaat lagi.
Abu Isa berkata,
“Ini
hadist hasan, Ibnu Abi laila juga meriwayatkannya dari ‘Athiyah dan Nafi’ dari
Ibnu umar. (Al turmudzi berkata) Muhammad bin ‘Ubaid Al muharibi meriwayatkan
hadist kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari ‘Athiyyah dan Nafi dari Ibnu Umar,
ia berkata, “aku shalat bersama Rasulullah saw. Ketika tidak bepergian dan
dalam perjalanan. Aku shalat zhuhur bersamanya ketika tidak bepergian empat
rakaat dan setelahnya dua rakaat, dan aku shalat zhuhur bersamanya ketika dalam
suatu perjalanan dua rakaat dan sesudahnya dua rakaat.”
Abu Isa berkata, “ Ini
adalah hadist hasan”. Demikian kutipan dari Jami
al-Turmudi[13].
Pada sanad yang
pertama pada hadist terdapat Hajjaj, yaitu putra Arthah. Ibnu Hajar dalam
Taqrib al-Tahdzib menjelaskan tentang Hajjaj :
Ia
sangat jujur namun banyak salahnya dan tadlisnya.
c.
Hadis Dho’if
·
Devinisi Hadist Dho’if
(secara bahasa: Dho’if berasal dari kata bahasa arab bermakna
lemah, yang berarti lawan dari kuat).
Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan
definisi
ما لم يجمع صفات الصحيح ولاصفات الحسن
Artinya:
“Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan
sifat-sifat hasan”.
Para ulama
memberikan batasan bagi hadits dha’if :
الحديث
الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح ولا صفات الحديث
Artinya:
“Hadits dha’if
adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.[14]
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits
yang lemah, yakni para ulama masih memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits
itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak
memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat
hadits hasan.
Dengan
demikian, kriteria hadis dho’if adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shahih dan hadits hasan yang
tidak terdapat padanya dengan kata lain tidak terpenuhi[15],
yaitu sebagai berikut:
a.
Sanadnya tidak bersambung
b.
Kurang adilnya perawi
c.
Kurang dhobithnya perawi
d.
Ada syadz atau masih menyelisihi
dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan
dengan dirinya
e.
Ada illat atau ada penyebab samar
dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara
zohir terlihat bebas dari cacat.
· Pembagian Hadits Dha’if
Menurut
Ajjaj Al-Khatib mengungkapkan adanya beberapa pembagian hadist dho’if yakni
sebagai berikut[16]
:
·
Hadits Dha’if karena Gugurnya Rawi
1.
Hadits Mursal
Kata “Mursal” secara etimologi
diambil dari kata “irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits
mursal secara terminology ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada
Nabi Saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda…..”
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam
kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasanya
Rasulullah Saw bersabda
ان
سدة الحر من فيح جهنم
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu
bagian dari uap neraka Jahannam”
2. Hadist munqathi’
Hadits munqati
menurut bahasa artinya terputus. Menurut sebagian para ulama hadits, hadits
munqati’ ialah hadits yang dimana didalam sanadnya terdapat seseorang yang
tidak disebutkan namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang rawi, “dari
seseorang laki-laki”. Jadi setiap hadits
yang sanadnya gugur satu orang perawi baik awal, ditengah ataupun diakhir disebut
munqathi’.
Adapun
contohnya sebagai berikut:
Berkata Ahmad bin
Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami.
Qutaibah bin Sa’id,
telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah
menceritakan kepada
kami, Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti
Mundzir, dari Ummi
Salamah , ummil Mu’minin, ia berkata; telah
bersabda Rasul Saw:
Pada
hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis tersebut dari
Ummu Salamah, waktu
Ummu salamah meninggal Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak bertemu
dengannya.[17]
3.
Hadist Mu’dhal
Hadits mu’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Hadist
mu’dhal yaitu hadis dari sanadnya gugur
dua atau lebih perawinya secara berturut turut. Hadits ini sama, bahkan lebih
rendah dari hadits munqathi’. Contohnya : “telah sampai
kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
للملةك طعامه
وكسوته بالمعروف (رواه مالك)
Artinya:
“Budak itu
harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
4.
Hadits Muallaq
Hadits
muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah,
hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad.
Contoh: Bukhari berkata, kala Malik, dari Zuhri,dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاتقاضلوابين الأنبياء
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sbagian
Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
Menurut
kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena
gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang
seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun
diakhir sanad hadits ini terbagi menjadiempat, yaitu: hadits mursal
(melepaskan), hadits muqati’(terputus), hadits mudal (yang sulit dipahami), dan
hadits muallaq (tergantung).
·
Hadits Dha’if karena Cacat pada Rawi
atau Matan[18]
1.
Hadits Maudu’
Hadits maudu’ ialah hadits yang bukan hadits Rasulullah Saw tapi
disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara
keliru tanpa sengaja, contoh:
لايدخل ولد
الزنا الجنة الي سبع ابتاء
Artinya:
“Anak jin tidak
masuk surga hingga tujuh turunan”.
2.
Hadits Matruk atau Hadits Matruh[19]
Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatka oleh seorang rawi, yang menurut
penilayan seluruh ahli hadits terdapat catatang pribadinya sebagai seorang rawi
yang dha’if, contoh: hadits riwayat Amr bin Syamr, dari Jabir Al-Ju’fi, dari
Haris, dari Ali. Dalam hal ini Amr termasuk orang yang haditsnya ditinggalkan.
3.
Hadis Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang
berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
من اقام
الصلاة واتي الزكاة وحج وصام وقري الضيق ودخل الجنة.
Artinya:
“barang siapa mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan haji,
berpuasa, dan menjamu tamu, maka dia masuk surga”.
4.
Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang didalamnya
terdapat cacat yang tersembunyi, yang kondosif berakibat cacatnya hadits itu,
namun dari sisi lahirnya cacat tersebut tidak tampak. Contoh:
قال
رسولوالله صلي الله عليه وسلم : البيعان بالخيار مالم يتفرفا
Artinya:
“Rasulullah
bersabda: penjual dan pembeli boleh berikhtiar, selama mereka masih belum
berpisah”
5.
Hadits Mudraj
Hadits mudraj adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang senbenarnya bukan
bagian hadits itu. Contoh:
قال
رسولوالله صلي الله عليه وسلم: انا زعيم، والزعيم الحميل لمن أمن بي واسلم وجاهدفي
سبيل الله يبيت في ريض الجنة (رواه النسائ)
Artinya:
“Rasulullah Saw
bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah penanggungjawab dari orang
yang beriman kepadaku, taat danberjuang di jalan Allah, dia bertempat tinggal
di dalam surge.” (HR. Nasai)
6.
Hadits Maqlub
Hadits maqlub ialah hadits
yang terdapat didalamnya terdapat perubahan, baik dalam sanad maupun matannya,
baik yang disebabkan pergantian lafaz lain atau disebabkan susunan kata yang
terbalik, contoh:
إذا سجد
احدكم فلا يبرك كمايبرك البعير وليضع يديه قبل وكبته
Artinya:
“ Apabila salah
seorang kamu sujud, jangan menderum seperti menderumnya seekor unta, melinkan
hendaknya meletakkan kedua tanggannya sebelum meletakan kedua lututnya,” (HR. Al- Turmudji, dan mengatakaknnya hadits ini gharib)
7.
Hadits Syaz
Hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi yang
relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin dikompromikan antara keduanya.
Contoh: hadits syaz dalam matan adalah hadits yang diriwayatkan oleh muslim,
dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata, Rasulullah bersabda:
ايام التشريق
ايام اكل وشرب
Artinya:
“hari-hari
tasyrik adalah hari-hari makan dan minum”
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-duanya
digolongkan hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits maudu’
(palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan) atau hadits matruh (yang dibuang),
hadits munkar(yang diingkari), hadits muallal (terkena illat), hadits mudras
(yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar balik), dan hadits syaz
(yang ganjil).
[1] Al-ithaf al-saniyah, no.
58-59; Muslim, 8:223; Ibnu Majah, no. 4202
[2] Qawa’id al-Tahdits, hlm.
66
[3] Tsiqah adalah seseorang yang mempunyai
sifat ‘adil dan dlobid artinya tidak diragukan kualitas moral maupun,
intelektualnya.
[5] Muhammad ‘Ajjaj al-khatib, Ushul
al hadis hlm.306
[6] Abu Isa Muhammad Bin Isa Al-Tirmidzi “Sunan Al-Turmuzi Wahuwa Al-Jami’ Al-Shahih”, Juz 1 hlm.6
[10] Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits,
Hlm. 33
[13]
Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits, Hlm.
35
[14] ‘Ajjaj Al-khatib, op.cit hlm.104
[15] Al-Tadrib, hlm. 105; Taudhih al-afkar, 1:248;Syarh al-Zarqoni,
hlm.30;Hasyiyah al-Abyar, hlm. 25
[17] Ibid, hlm.95
[18] Ahmad Muhammad, Mudzakir M, Ulumul
Hadist, Hlm. 152
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hadits qudsi merupakan hadits yang diriwayatkan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah Subhaanahu wa Ta’ala).
2.
Pembagian hadist
berdasarkan kualitas terbagi menjadi tiga
·
Hadist shahih,
terdapat dua pembagian pada hadist shahih yaitu
a.
Hadist shahih li dzatih merupakan hadits yang memenuhi syarat-syarat atau
sifat-sifat hadits maqbul secara sempurna.
b.
Hadist shahih li ghairih
merupakan hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi
dari sifat sebuah hadits maqbul.
·
Hadist hasan, terdapat
dua pembagian pada hadist hasan yaitu
a.
Hadist hasan li dzatih
merupakan hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, karena matan dan para
rawinya memenuhi syarat hadis sahih dan dinukil oleh periwayat yang adil dan
dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan
‘illat padanya.
b.
Hadist hasan li
ghairih merupakan hadits di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits
hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah
hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan.
·
Hadist dho’if,
a. Hadits Dha’if karena Gugurnya Rawi yaitu hadist mursal, hadist munqhati’,
hadist mu’dhal, hadist muallaq.
b.
Hadist Dha’if karena cacat pada rawi
dan matan yaitu hadist maudhu’, Hadits Matruk atau Hadits Matruh, Hadis Munkar,
muallal, hadist mudraj, hadis maqlub, hadist syaz.
B.
Saran
Dari
uraian diatas maka penulis menyadari bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan,
untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini.