Selasa, 13 November 2012

hadits qudsi, shahih, hasan, dan dho'if


MAKALAH
“HADITS QUDSI, HADITS SHAHIH, HADITS HASAN, DAN HADITS DHO’IF”

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah : ulum hadits
dosen pengampu : Dr. Desi Erawati, M,ag.




Disusun oleh
Irpan
1101140240

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PALANGKA RAYA JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI BIOLOGI
TAHUN 2011/2012


 
DAFTAR  ISI


HALAMAN  JUDUL ………………………………………………………..       i
DAFTAR  ISI…………………………………………………………………      ii    

BAB  I  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang………………………………………………………..     1
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………..    2
C.     Tujuan perumusan…………………………………………………….     2

BAB  II  PEMBAHASAN
                                                                                                                             
A.    Pengertian hadits qudsi………………………………..……………….    3    
B.     Pembagian hadits berdasarkan kualitas……………….....…………….    5

BAB  III   PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………..………..    18
B.     Saran…………………………………………………………………..    18
Daftar Pustaka







 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dasar Agama islam yang mulia ini adalah Al Qur’an dan Hadist nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Artinya, segala bentuk keyakinan, amalan dan perbuatan seorang manusia haruslah mencocoki apa yang terdapat dalam AlQur’an dan Hadist nabi sholallahu ‘alaihi wasallam. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.
Sejarah pembukuan hadist tidak lepas dari usaha para ulama hadist yang telah melakukan klasifikasi terhadap hadist baik berdasarkan kuantintas maupun berdasarkan kualitas hadist. Dari segi kuantitas periwayatnya, hadis dibagi menjadi dua yaitu hadist muttawatir dan hadist ahad. Sedangkan dari segi kualitas sanad dan matannya, hadist dibagi menjadi tiga: hadist sahih, hadist hasan, dan hadist dho’if. Dari segi kehujjahannya (diterima atau tidaknya sebagai dalil syar’i), hadis dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Hadist Maqbul  :  Diterima sabagai dalil syar’i, seperti: hadist sahih  &  hadist hasan
2.       Hadist Mardud : Ditolak sabagai dalil syar’i, seperti: hadist dho’if.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
 لا يجوز أن يعتمد فى الشريعة على الأحاديث الضعيفة التى ليست صحيحة ولا حسنة
 “Syari’at ini tidak boleh bertopang pada hadits-hadits lemah yang tidak berkategori shahih dan hasan.”[1]
            Pada penulisan di dalam makalah ini akan membahas masalah  hadist qudsi, hadist sahih, hadist hasan,dan hadist dho’if. Kemudian akan diulas juga masalah hadist  Sebagai upaya menambah kembali pemahaman kita akan hadis Rasulullah Saw.   

B.     Rumusan masalah
1.                  Apa pengertian dari hadist Qudsi ?
2.                  Bagaimana pembagian hadis berdasarkan kualitasnya?
3.                  Apa pengertian, ciri-ciri dan kehujjahan hadits shahih, hasan dan dho’if ?

C.    Tujuan perumusan
Untuk memperkaya wawasan dan pemahaman pembaca tentang hadist
1.                  Untuk mengetahui apa pengertian Hadist Qudsi
2.                  Untuk mengetahui pembagian-pembagian hadist berdasarkan kualitasnya
Untung mengetahui secara mendalam tentang hadist shahih, hasan, dan dho’if dari segi pengertian, ciri-ciri dan kehujjahan hadist tersebut


[1] (Majmu’ al-Fatawa 1/250).





BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Hadis Qudsi




Hadits qudsi merupakan hadits yang diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah Subhaanahu wa Ta’ala).
Seperti :

Rasulullah saw bersabda tentang hadis yang dirowayatkannya dari Tuhannya:…
Atau

Allah swt berfirman dalam hadis yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw :…
 Hadits Qudsi dinamakan juga Hadits Rabbani dan Hadits Ilaahi. Kedudukan hadits qudsi diantara Al qur’an dan hadits nabawi, tidaklah sama karena Al qur’an disandarkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz dan maknanya. Sedangkan hadits nabawi disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik lafadz dan ma’nanya dan hadits qudsi disandarkan kepada Allah Ta’ala secara ma’na tidak secara lafadznya dan karena itu tidak bernilai ibadah di dalam membaca lafadznya dan tidak boleh dibaca didalam sholat, dan tidak dinukil secara mutawattir (keseluruhannya) sebagaimana penukilan Al Qur’an.
Penamaan hadits ini dengan nama hadits qudsi adalah sebagai penghormatan terhadap hadis-hadis yang demikian mengingat bahwa sandarannya adalah Allah. Dengan kata lain, hadis qudsi adalah hadis yang maknanya dari Allah SWT tetapi redaksinya berasal dari nabi Muhammad saw, dengan perantaraan ilham atau mimpian. Maka rasul menjadi rawi kalam Allah swt ini dari lafadz beliau sendiri.
Diantara contoh hadist qudsi adalah hadist yang diriwatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw bersabda: Allah swt berfirman :

“Aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Maka barang siapa melakukan suatu perbuatan disertai dengan mempersekutukan Aku kepada selain Aku, maka Aku akan meninggalkannya dan sekutunya.”   (HR. Muslim dan Ibnu Majah)[1].
Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah saw dengan disandarkan kepada Allah swt, dengan mengatakan, ”Rasulullah saw mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya”, atau ia mengatakan, ”Rasulullah saw mengatakan Allah swt telah berfirman atau berfirman Allah swt.”
Perbedaan hadis qudsi dengan hadis nabawi biasanya diberi ciri-ciri dengan dibubuhi kalimat berikut :
1.                  Qaala Allahu
2.                  Fimaa yarwihi ‘anillahi tabaraka wa ta’ala, dan
3.                  Lafadz-lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas, setelah selesai penyebutan perawi yang menjadi sumber (pertamanya) yakni sahabat.
Adapun perbedaan hadits qudsi dengan Al qur’an[2] antara lain :
1.                  Semua lafadz-lafadz atau ayat-ayat Alqur’an adalah mu’jizat atau mutawatir, sedangkan hadist qudsi tidak sedemikian halnya.
2.                  Ketentuan hukum yang berlaku bagi alqur’an tidak berlaku bagi hadis.
3.                  Alquran adalah lafadz dan maknanya dinisbatkan kepada Allah ta'ala, serta ia adalah mukjizat dariNya kepada nabi Muhammad,diturunkan secara mutawatir melalui perantara malaikat Jibril,dan membacanya dihitung ibadah.
4.                  Sedangkan Hadits Qudsi lafadznya dari Rasul sedangkan maknanya dari Allah ta'ala.Ia juga tidak diturunkan secara mutawatir,tidak memakai perantara,membacanya tidak termasuk ibadah serta mempunyai derajat shahih,hasan,dhaif bahkan maudhu'.
5.                  Hadits Nabawi adalah lafadz dan maknanya dari Rasulullah saw,tidak diturunkan mutawatir,tidak memakai perantara,membacanya tidak termasuk ibadah,serta terdapat di dalamnya hadits shahih,hasan,dhaif maupun maudhu'.
B. Pembagian Hadits Berdasarkan kualitas
            Berdasarkan kualitas hadits dibagi menjadi tiga yaitu:
a.                  Hadits Shahih
·   Devinisi Hadits Shahih (secara bahasa: sehat / benar) ,yaitu:
                                                                  
مَا رَوَاهُ عَدْلٌ تَامُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدُ غَيْر مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍ
Hadis yg diriwayatkan oleh periwayat yg ‘adil (muslim yg memiliki integritas akhlaq), sempurna kekuatan hapalannya, bersambung sanad-nya, tidak bercacat & tidak janggal/menyimpang.
Hadits yang paling sahih adalah hadis mutawatir, yaitu: Hadits yang jumlah periwayatnya banyak pada setiap level sehingga menurut adat tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta.
Dari pengertian diatas bahwa kriteria hadits shahih ada lima syarat agar dapat dikategorikan hadist shahih yaitu :
a. Sanadnya Bersambung
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi dari perawi lainnya benar-benar mengambil secara langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.
Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis menempuh tata kerja yakni: Mencatat semua periwayat yang diteliti, Mempelajari hidup masing-masing periwayat, Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani, akhbarana, akhbarani, ‘an,anna, atau kata-kata lainnya.
b. Perawinya Bersifat Adil    
Maksudnya adalah tiap-tiap perawi itu seorang Muslim, berstatus Mukallaf  (baligh), bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.
Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakukan dengan :
·                     keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu  bersifat adil,  sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
·                     ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, seperti imam empat Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
khusus mengenai perawi hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.
c. Perawinya Bersifat Dhobith
Maksudnya masing-masing perawinya sempurna daya ingatannya, baik berupa kuat ingatan dalam dada maupun dalam kitab (tulisan).
Dhobith dalam dada iyalah terpelihara periwayatan dalam ingatan, sejak ia maneriama hadis sampai meriwayatkannya kepada orang lain. Sedang dhobith dalam kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.
d. Tidak Syadz
Maksudnya ialah hadis itu benar-benar tidak rancu, dalam arti bertentangan atau menyalahi orang yang terpercaya dan lainnya.
Menurut al-Syafi’i, suatu hadis tidak dinyatakan sebagai mengandung syudzudz, bila hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadisd yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah[3].
e. Tidak Ber’ilat
Maksudnya ialah hadis itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadis, sementara dhahirnya selamat dari cacat[4].
‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
·   Pembagian Hadis Shahih
a.       Shahih li dzatih[5], yaitu hadits yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadits maqbul secara sempurna, yaitu syarat-syarat yang lima sebagaimana tersebut diatas.
Contohnya:                     
قَالَ عَنْهُ اللهُ رَضِيَ مَالِكِ بْنَ سَمِعْتُ : قَالَ اَبِيْ سَمِعْتُ:  قَالَ مُعْتَمِرُ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا قَالَ الْبُخَارِيْ اَخْرَجَهُ مَا: كَانَ   الْمَحْيَا فِتْنَةِ مِنْ بِكَ اَعُوْذُ ,وَالْهَرَمِ ,وَالْجُبْنِ ,وَالْكَسَلِ الْعَجْزِ مِنَ بِكَ اَعُوْذُ اِنِّيْ اَللَّهُمَّ:يَقُوْلُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللهُ صَلَّى النَّبِيُّ, .الْقَبْرِ عَذَابِ مِنْ بِكَ وَاَعُوْذُ وَالْمَمَاتِ
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami musaddad, memberitakan kepada kami mu’tamir ia berkata: aku mendengar ayahku berkata: aku mendengar anas bin malik berkata: nabi saw berdo’a: “Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon perlindungan kepada engkau dari fitnah hidup dan mati, dan aku mohon perlindungan kepada engkau dari adzab kubur.”
b.      Shahih li ghairih, yaitu hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadits maqbul.
Hadits di bawah ini merupakan hadits contoh hadits hasan lidzatihi yang naik derajadnya menjadi hadits shahih li ghairihi:
صَلَاةٍ كُلِّ مَعَ بِالسِّوَاكِ لَأَمَرْتَهُمْ النَّاسِ وْعَلَى اَ اُمَّتِيْ عَلَى اَشُقَّ اَنْ لَوْلَا
(رواه البخاري)
“Andaikan tidak memberatkan kepada umatku, niscaya akan kuperintahkan bersiwak pada setiap kali hendak melaksanakan shalat”. (HR. Bukhari)[6]

b.                  Hadits Hasan
·      Devinisi Hadis Hasan (secara bahasa: Hasan berasal dari kata al-khusnu, bermakna al-jamal, yang berarti keindahan).
Menurut istilah Hadits Hasan adalah

                    هو ما اتصل سنده بنقل العدل الدي قل ضبطه وخلا من الشدود والعلة

Artinya: “Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke dhabitannya, tidak ada keganjilan, (syadz), dan tidak ada illat.”[7]

     Sementara menurut istilah, para ulama’ mendefinisikan hadits hasan sebagai berikut,
a. Al-Khathabi, hadits hasan adalah hadits yang diketahui tempat keluarnya kuat, para perawinya masyhur, menjadi tempat beredarnya hadits, diterima oleh banyak ulama, dan digunakan oleh sebagian besar fuqaha.[8]
b. At-Tirmidzi, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan, yang di dalam sanadnya tidak ada rawi yang berdusta, haditsnya tidak syadz, diriwayatkan pula melalui jalan lain.
c. Menurut Ibnu Hajar, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, kedlobithannya lebih rendah dari hadits shahih, sanadnya bersambung, haditsnya tidak ilal dan syadz.
d. Ungkapan yang senada dengan Ibnu Hajar juga diutarakan oleh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.[9]
Menurut Mahmud Tahhan, definisi yang lebih tepat adalah definisi yang diungkapakan oleh Ibnu Hajar, yaitu yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, namun tingkat kedlobithannya kuarang dari hadits shahih, tidak ada syudzudz dan illat.
     Dari pengertian diatas maka terdapat beberapa kriteria hadist hasan, menurut Imam Turmuzi kriteria hadist hasan sebagai berikut :












Artinya :
“ hadis yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami  adalah hadis yang baik menurut kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanat yang di dalamnya tidak terdapat rawi yang di curigai berdusta, matan hadisnya tidak janggal, diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadis yang demikian menurut kami  adalah hadis hasan. 
Dengan demikian, kriteria hadis hasan[10] yang merupakan faktor-faktor pembeda antar hadis hasan dengan hadis lainnya adalah berikut ini.
a.       Pertama, pada sanadnya tidak terdapat rawi yang di curigai berdusta.
Keriteria hadis ini mengecualikan hadis seorang rawi yang dituduh berdusta , dan mencakup hadis sebagian rawinya memiliki daya hapal rendah.
b.      Kedua, hadis tersebut tidak janggal. Orang yang peka dan waspada akan mengetahui bahwa yang dimaksut dengan syazz (janggal) menurut alturmuzi adalah hadis tersebut berbeda dengan riwayat parawi yang  tsiqah.
c.       Ketiga, hadis tersebut diriwayatkan pula dengan jalan yang lain yang sederajat. Hadis hasan itu harus diriwayatkan pula melalaui sanad lain satu atau lebih, dengan catatan sederajat dengan nya atau lebih kuat dan bukan berada di bawahnya.
·   Pembagian Hadis Hasan
a.          Hadis Hasan Li Dzatih adalah hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, karena matan dan para rawinya memenuhi syarat hadis sahih dan dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya[11].
b.         Hasan Li Ghairih adalah hadits di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan[12].
Contoh :





Meriwayatkan hadist kepada kami, Ali bin Hujr, ia berkata, meriwayatkan hadist kepada kami Hafs bin Ghiyats dari Hajjaj dari ‘Athiyah dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku shalat dua rakaat bersama Rasulullah saw. Dalam suatu perjalanan dan setelah itu sholat dua rakaat lagi.
Abu Isa berkata,










“Ini hadist hasan, Ibnu Abi laila juga meriwayatkannya dari ‘Athiyah dan Nafi’ dari Ibnu umar. (Al turmudzi berkata) Muhammad bin ‘Ubaid Al muharibi meriwayatkan hadist kepada kami dari Ibnu Abi Laila dari ‘Athiyyah dan Nafi dari Ibnu Umar, ia berkata, “aku shalat bersama Rasulullah saw. Ketika tidak bepergian dan dalam perjalanan. Aku shalat zhuhur bersamanya ketika tidak bepergian empat rakaat dan setelahnya dua rakaat, dan aku shalat zhuhur bersamanya ketika dalam suatu perjalanan dua rakaat dan sesudahnya dua rakaat.”
Abu Isa berkata, “ Ini adalah hadist hasan”. Demikian kutipan dari Jami al-Turmudi[13].
Pada sanad yang pertama pada hadist terdapat Hajjaj, yaitu putra Arthah. Ibnu Hajar dalam Taqrib al-Tahdzib menjelaskan tentang Hajjaj :


Ia sangat jujur namun banyak salahnya dan tadlisnya.
c.                Hadis Dho’if
·      Devinisi Hadist Dho’if  (secara bahasa:  Dho’if  berasal dari kata bahasa arab bermakna lemah, yang berarti lawan dari kuat).
Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi

              ما لم يجمع صفات الصحيح ولاصفات الحسن               
Artinya:
“Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
Para ulama memberikan batasan bagi hadits dha’if :
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح ولا صفات                                     الحديث
Artinya:
“Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.[14]

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits yang lemah, yakni para ulama masih memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.

Dengan demikian, kriteria hadis dho’if  adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shahih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya dengan kata lain tidak terpenuhi[15], yaitu sebagai berikut:
a.                    Sanadnya tidak bersambung
b.                  Kurang adilnya perawi
c.                   Kurang dhobithnya perawi
d.                  Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
e.                   Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.

·      Pembagian Hadits Dha’if
Menurut Ajjaj Al-Khatib mengungkapkan adanya beberapa pembagian hadist dho’if yakni sebagai berikut[16] :
·         Hadits Dha’if karena Gugurnya Rawi
1.      Hadits Mursal     
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminology ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw bersabda…..”
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda
                                                                          ان سدة الحر من فيح جهنم

 “sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka Jahannam”

2.   Hadist munqathi’
Hadits munqati menurut bahasa artinya terputus. Menurut sebagian para ulama hadits, hadits munqati’ ialah hadits yang dimana didalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”. Jadi setiap hadits yang sanadnya gugur satu orang perawi baik awal, ditengah ataupun diakhir disebut munqathi’.  
Adapun contohnya sebagai berikut:
Berkata Ahmad bin Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami.
Qutaibah bin Sa’id, telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah
menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti
Mundzir, dari Ummi Salamah , ummil Mu’minin, ia berkata; telah
bersabda Rasul Saw:


Pada hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis tersebut dari
Ummu Salamah, waktu Ummu salamah meninggal Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak bertemu dengannya.[17]

3.   Hadist Mu’dhal
Hadits mu’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Hadist mu’dhal yaitu hadis dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara berturut turut. Hadits ini sama, bahkan lebih rendah dari hadits munqathi’. Contohnya : “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
للملةك طعامه وكسوته بالمعروف (رواه مالك)
Artinya:                                                                                        
“Budak itu harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
                                                                                                       
4.   Hadits Muallaq
     Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Contoh: Bukhari berkata, kala Malik, dari Zuhri,dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

لاتقاضلوابين الأنبياء
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sbagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
           Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad hadits ini terbagi menjadiempat, yaitu: hadits mursal (melepaskan), hadits muqati’(terputus), hadits mudal (yang sulit dipahami), dan hadits muallaq (tergantung).

·         Hadits Dha’if karena Cacat pada Rawi atau Matan[18]
1.      Hadits Maudu’
Hadits maudu’ ialah hadits yang bukan hadits Rasulullah Saw tapi disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja, contoh:
لايدخل ولد الزنا الجنة الي سبع ابتاء
Artinya:
“Anak jin tidak masuk surga hingga tujuh turunan”.

2.   Hadits Matruk atau Hadits Matruh[19]
Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatka oleh seorang rawi, yang menurut penilayan seluruh ahli hadits terdapat catatang pribadinya sebagai seorang rawi yang dha’if, contoh: hadits riwayat Amr bin Syamr, dari Jabir Al-Ju’fi, dari Haris, dari Ali. Dalam hal ini Amr termasuk orang yang haditsnya ditinggalkan.

3.   Hadis Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
من اقام الصلاة واتي الزكاة وحج وصام وقري الضيق ودخل الجنة.
Artinya:
“barang siapa mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan haji, berpuasa, dan menjamu tamu, maka dia masuk surga”.




4.   Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi, yang kondosif berakibat cacatnya hadits itu, namun dari sisi lahirnya cacat tersebut tidak tampak. Contoh:
قال رسولوالله صلي الله عليه وسلم : البيعان بالخيار مالم يتفرفا
Artinya:
“Rasulullah bersabda: penjual dan pembeli boleh berikhtiar, selama mereka masih belum berpisah”

5.    Hadits Mudraj
Hadits mudraj adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang senbenarnya bukan bagian hadits itu. Contoh:
قال رسولوالله صلي الله عليه وسلم: انا زعيم، والزعيم الحميل لمن أمن بي واسلم وجاهدفي سبيل الله يبيت في ريض الجنة (رواه النسائ)
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah penanggungjawab dari orang yang beriman kepadaku, taat danberjuang di jalan Allah, dia bertempat tinggal di dalam surge.” (HR. Nasai)
                                                        
6.    Hadits Maqlub
        Hadits maqlub ialah hadits yang terdapat didalamnya terdapat perubahan, baik dalam sanad maupun matannya, baik yang disebabkan pergantian lafaz lain atau disebabkan susunan kata yang terbalik, contoh:
إذا سجد احدكم فلا يبرك كمايبرك البعير وليضع يديه قبل وكبته

Artinya:
“ Apabila salah seorang kamu sujud, jangan menderum seperti menderumnya seekor unta, melinkan hendaknya meletakkan kedua tanggannya sebelum meletakan kedua lututnya,” (HR. Al- Turmudji, dan mengatakaknnya hadits ini gharib)
                      
7.   Hadits Syaz
Hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin dikompromikan antara keduanya. Contoh: hadits syaz dalam matan adalah hadits yang diriwayatkan oleh muslim, dari Nubaisyah Al-Hudzali, dia berkata, Rasulullah bersabda:
ايام التشريق ايام اكل وشرب
Artinya:
“hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum”
                     
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-duanya digolongkan hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits maudu’ (palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan) atau hadits matruh (yang dibuang), hadits munkar(yang diingkari), hadits muallal (terkena illat), hadits mudras (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar balik), dan hadits syaz (yang ganjil).


[1] Al-ithaf al-saniyah, no. 58-59; Muslim, 8:223; Ibnu Majah, no. 4202
[2] Qawa’id al-Tahdits, hlm. 66
[3] Tsiqah adalah seseorang yang mempunyai sifat ‘adil dan dlobid artinya tidak diragukan kualitas moral maupun, intelektualnya.
[4] Muhammad Ahmad, dkk, Op. Cit, hlm.103-104
[5] Muhammad ‘Ajjaj al-khatib, Ushul al hadis hlm.306
[6] Abu Isa Muhammad Bin Isa Al-Tirmidzi “Sunan Al-Turmuzi Wahuwa Al-Jami’ Al-Shahih”, Juz 1 hlm.6
[7] Abdul Majib Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 159
[8] Tahlan, Mahmud, Taisir Musthalahul Hadits, Dar al-fikr, Beirut, tt.
[9] Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Syahrul Baiquniyah, Dar al-atsar, tt.
[10] Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits, Hlm. 33
[11] M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Op. Cit, hlm. 262
[12] Muhammad Ahmad, dkk, Op. Cit, hlm. 116

[13] Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits, Hlm. 35
[14] ‘Ajjaj Al-khatib, op.cit hlm.104
[15] Al-Tadrib, hlm. 105; Taudhih al-afkar, 1:248;Syarh al-Zarqoni, hlm.30;Hasyiyah al-Abyar, hlm. 25
[16] Ajjaj al-Khatib, op.cit, h,304-310
[17] Ibid, hlm.95
[18] Ahmad Muhammad, Mudzakir M, Ulumul Hadist, Hlm. 152
[19] Ajjaj al-Khatib, op.cit, h. 311-315






 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Hadits qudsi merupakan hadits yang diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah Subhaanahu wa Ta’ala).
2.      Pembagian hadist berdasarkan kualitas terbagi menjadi tiga
·         Hadist shahih, terdapat dua pembagian pada hadist shahih yaitu
a.       Hadist shahih li dzatih merupakan hadits yang memenuhi syarat-syarat atau sifat-sifat hadits maqbul secara sempurna.
b.      Hadist shahih li ghairih merupakan hadits yang tidak memenuhi secara sempurna syarat-syarat tertinggi dari sifat sebuah hadits maqbul.
·         Hadist hasan, terdapat dua pembagian pada hadist hasan yaitu
a.       Hadist hasan li dzatih merupakan hadis yang terwujud karena dirinya sendiri, karena matan dan para rawinya memenuhi syarat hadis sahih dan dinukil oleh periwayat yang adil dan dhabith, namun kedhabithannya tidak sempurna, meski tidak terdapat syadz dan ‘illat padanya.
b.      Hadist hasan li ghairih merupakan hadits di bawah derajat hasan yang naik ke tingkatan hadits hasan, karena hadits lain yang menguatkannya atau hadits Hasan Li Ghairih adalah hadits dhaif yang karena dikuatkan oleh hadits yang lain, meningkat hasan.
·         Hadist dho’if,
a.       Hadits Dha’if karena Gugurnya Rawi yaitu hadist mursal, hadist munqhati’, hadist mu’dhal, hadist muallaq.
b.      Hadist Dha’if karena cacat pada rawi dan matan yaitu hadist maudhu’, Hadits Matruk atau Hadits Matruh, Hadis Munkar, muallal, hadist mudraj, hadis maqlub, hadist syaz.

B.     Saran
Dari uraian diatas maka penulis menyadari bahwa banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.